Follow me on twitter!

Tuesday 12 November 2013

Kontroversi SKPP Bibit-Chandra


----------Sponsored Link----------




KONTROVERSI SKPP BIBIT-CHANDRA
Oleh: Bagus Cayo Mastriza

Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SKPP) dalam kasus dituduhnya Bibit-Chandra melakukan penyalahgunaan wewenang oleh Polri, dalam hal ini menurut hemat penulis sudah tidak sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana yang berlaku. Pada saat dikeluarkannya SKPP terkait kasus tersebut masih bergulir proses penyidikan dan berkas perkara belum diserahkan dari penyidik ke penuntut umum, sehingga belum dapat dikatakan belum cukup bukti. Karena SKPP hanya dapat dikeluarkan oleh penuntut umum apabila tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, atau perkara ditutup demi hukum (nebis in idem), sebagaimana yang diatur dalam pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP.


            Jika pada saat itu yang dikeluarkan oleh Penuntut Umum adalah
deponering (ada juga yang menyebut seponering) maka tidak akan ada upaya hukum yang dapat menghentikan deponeer tersebut. Beda dengan SKPP yang masih dapat di praperadilankan. Sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam pasal 35 huruf c UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia:
"Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: mengesampingkan perkara demi kepentingan umum."
Selanjutnya, walaupun dalam pasal 77 KUHAP menjelaskan tentang wewenang Praperadilan untuk memeriksa dan memutus, salah satunya  penghentian penuntutan. Namun dalam penjelasan KUHAP untuk pasal yang sama menjelaskan bahwa:
"Yang dimaksud dengan "pengentian penuntutan" tidak termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum yang menjadi wewenang Jaksa Agung."
Dengan begitu apabila deponering dikeluarkan oleh penuntut umum, maka tidak ada lagi upaya hukum yang dapat membatalkannya. Dengan kata lain deponering tersebut menjadi berkekuatan hukum tetap, tanpa melalui proses pemeriksaan di muka pengadilan.

0 comments:

Post a Comment

Artikel Terbaru

Followers