Follow me on twitter!

Tuesday 16 December 2014

Kesesatan Bernalar: Tuduhan dalam Pertanyaan


----------Sponsored Link----------


Ilustrasi ketika menuduh (Gambar: www.itsapaulworld.com)
Belakangan ini sedang ramai muncul aktor-aktor baru di kalangan netizen Indonesia. Bukan masalah sebenarnya jika siapapun mempublikasikan apapun dan sebanyak berapapun. Namun yang menjadi kekhawatiran kita, apabila era keterbukaan informasi seperti sekarang ini digunakan untuk hal-hal negatif, seperti menebarkan fitnah yang ditujukan untuk provokasi dan pembunuhan karakter. Saya katakan fitnah, karena provokator yang saya amati selama ini belum dapat meyakinkan saya dan sesat dalam bernalar. Pada kesempatan kali ini, kesesatan bernalar yang dibahas adalah mengenai pertanyaan yang menjebak.

Dalam hukum dikenal asas praduga tak bersalah, sehingga seseorang tetap dianggap tidak bersalah sampai ia dibuktikan bersalah. Pihak yang harus membuktikan adalah pihak yang menuduh, sementara si tertuduh bersifat pasif. Asas ini sejalan dengan adagium latin 'Ei incumbit probatio qui dicit, non qui negat' (beban pembuktian ada pada pada yang menyatakan, bukan yang menyangkal). Dapat dibayangkan jika si tertuduh harus membuktikan ia tidak bersalah, nanti pencuri dengan mudahnya memutarbalikan fakta dengan pertanyaan yang mengklaim sebagai berikut: 

"Mengapa perhiasaan saya bisa berada pada kamu tanpa sepengetahuan saya?" 

Kira-kira apa jawaban yang relevan untuk menjawab pertanyaan di atas? Pihak yang ditanya mungkin akan menyadari dirinya telah dituduh, karena selain sanggahan, jawaban apapun yang diberikan akan tetap membuat posisi pihak yang ditanya menjadi terjebak dalam asumsi si penanya.  Jika menyanggah, maka sanggahan itu tidak menjawab pertanyaan di atas. Karena pertanyaan di atas menanyakan sebab, bukan afirmasi. Dalam ilmu penalaran pertanyaan seperti itu dikenal dengan istilah complex question, sebuah pertanyaan yang menyiratkan pernyataan yang belum terbukti benar. Seharusnya, sebelum pertanyaan seperti itu dilontarkan, si penanya/penuduh tersirat tersebut dapat membuktikan terlebih dulu pernyataan tersiratnya. 

Berikut contoh lain pertanyaan yang serupa:


"Apakah presiden kita sudah berhenti menjual aset-aset negara?"

Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab secara sederhana hanya dengan perkataan iya atau tidak. Karena jika dijawab iya, maka presiden dahulunya pernah menjual aset negara. Jika dijawab tidak artinya perbuatan tersebut masih terus berlangsung sampai dengan pertanyaan tersebut dilontarkan. 

Pertanyaan demikian sesungguhnya terdiri dari dua pertanyaan. Pertanyaan yang tersirat adalah, (1) "apakah presiden kita pernah menjual aset-aset negara sebelumnya?" kemudian dilanjutkan dengan, (2) "jika pernah, apakah presiden kita sudah berhenti melakukan hal itu?" Untuk pertanyaan (1) dapat dijawab secara sederhana, sementara pertanyaan (2) juga dapat dijawab secara sederhana apabila jawaban pertanyaan (1) berupa afirmasi positif.

Penanya yang demikian sesungguhnya adalah penuduh yang malu-malu kucing. Bertingkah naif, padahal licik picik. Yang berbahaya apabila pertanyaan tersebut ditanyakan oleh orang yang suaranya didengar oleh orang banyak, lalu tanpa klarifikasi lebih lanjut, pengikutnya yang sudah banyak itu menafsirkan sendiri jawaban dari pertanyaan yang menjebak itu. Ketika pembaca terprovokasi oleh pertanyaan retorik tersebut, maka tujuan si penanya/penuduh yang malu-malu kucing itu sudah terpenuhi.

Terkadang seseorang yang tidak mengetahui mungkin memang bukan bermasuk ingin menuduh pihak lain. Hanya saja orang yang seperti itu lebih mengedepankan asumsinya dibanding fakta yang sudah jelas. Dengan adanya tulisan sederhana ini diharap dapat sedikit membantu masyarakat kita agar tidak mudah terhasut oleh tuduhan atau fitnah yang dikemas dalam bentuk pertanyaan yang menjebak. Mulutmu, harimaumu. Hati-hati dalam bertanya.

Tags: Appeal to Ignorance, Appeal to Authority or Argumentum Verecundia, Appeal to Popular Opinion, Association Fallacy or guilt by affiliation, Argumentum ad Hominem or Attacking the Person, Begging the Question, 

0 comments:

Post a Comment

Artikel Terbaru

Followers